Kelinci
tidak hanya untuk hiasan saja. Dagingnya sudah lama dikonsumsi masyarakat.
Paling terkenal adalah dibuat Sate Kelinci. Di Kabupaten Semarang sate kelinci
banyak terdapat di daerah wisata Bandungan. Seperti apa nikmatnya sate kelinci
Bandungan?
Dari
sejumlah warung sate Kelinci di Bandungan, hanya ada satu warung makan yang
memiliki variasi menu olahan daging kelinci. Ya. Warung makan Tanto Tanti
berada di kawasan Karanglo, Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan atau sekitar 1
kilometer dari pasar Bandungan ke arah Candi Gedongsongo. Warung makan
sederhana ini menyediakan beragam menu olahan daging kelinci. Mulai dari Sate
Kelinci, Gule, Rica-rica, Tongseng, Sop hingga Kelinci bakar atau goreng.
Hampir semua
sate kelinci memiliki kesamaan, yaitu daging kelinci yang dipotong kecil,
ditusuk menggunakan sujen dan
dibakar. Bumbunya pun hampir semua sama yaitu ada irisan cabai, bawang merah
dan sambel kacang tanah. Atau bila tidak suka bumbu kacang, maka bisa diganti
dengan kecap pedas, irisan kubis dan tomat. Biasanya kalau makan sate kelinci
dengan bumbu kacang paling afdol ditemani lontong. Bila yang kita pilih bumbu
kecap maka tepat jika memilih nasi teman menyantap.
“Kalau sate
hampir semua sama yaitu dagingnya dibakar lalu disiram bumbu kacang. Resep bumbu
kacangnya juga rata-rata sama dengan penjual yang lain. Bedanya ditempat kami,
sebelum dibakar daging diberi bumbu dulu. Selain itu bumbu kacangnya
diperbanyak kencur dan ada perasan jeruk,” tutur Lusia Lanny Hartanti yang
merintis usaha warung makan tersebut sejak tahun 2005.
Selain soal
bumbu dan cara membakar, Lusia Lanny Hartanti atau biasa di sapa mbak Tanti itu
menerapkan seleksi kelinci yang bakal di olah. Kelinci untuk sate dipilih
kelinci yang muda dengan berat 1,5-2 kilogram. Sengaja dipilih kelinci muda
agar dagingnya tidak keras. Sementara kelinci yang tua digunakan untuk masakan
olahan lainnya. Kelinci tersebut disiapkan dan disembelih secara bertahap. Hal
itu sengaja dilakukan untuk menjaga kesagaran daging.
Menu andalan
warung makan tersebut adalah tongseng dan rica-rica kelinci. Selain itu juga
disediakan gulai kepala kelinci. Rica-rica adalah kuliner asal Manado namun
diolah modifikasi agar rasanya bisa lebih njawani,
sehingga olahan rica-rica lebih banyak merica dan gula. Sehingga yang muncul
adalah rasa pedas dan manis.
Bahkan
kepala kelinci juga dijual dalam bentuk segar. Sejumlah masyarakat banyak
memesan kepala kelinci yang dimanfaatkan untuk pengobatan. Para konsumen
mengaku mendapatkan resep dari dokter yang menyarankan mengkonsumsi otak atau
daging kelinci untuk mendongkrak kesuburan wanita dan pengobatan paru-paru.
“Gulai
Kepala Kelinci ini jarang kami sediakan karena belum dimasak saja sudah
dipesan. Biasanya yang pesan kepala kelinci itu untuk diambil otaknya. Kata
para pembelinya, otak kelinci itu berkasiat untuk obat reproduksi wanita dan
kesehatan paru-paru,” imbuhnya.
Menurut
Tanti warung makannya mematok harga sate kelinci Rp 17.000/porsi, sedangkan
menu lainnya rata-rata Rp 15.000/porsi. Sepintas memang mahal. Namun melihat
harga kelinci yang terus melambung dan melihat dari rasanya, harga tersebut
dirasakan sebanding.
“Seluruh
masakan di sini fresh. Bila ada yang pesan baru kita buatkan. Jadi bisa pesan
dengan tingkat kepedasan yang bervariasi,” ujarnya. (tanto-tanti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar