Jumat, 29 Maret 2013

Sulitnya Merintis Usaha Warung Makan Tanto Tanti

Sebelum kami mengulas panjang lebar tentang Tanto Tanti Bandungan dan bidang usaha yang kami rintis.  Alangkah elok jika kami perkenalkan dulu siapa kami. Tanto tanti diambil dari nama belakang kami berdua yakni Pristyono Hartanto dan Lusia Lanny Hartanti sehingga jadilah Tanto dan Tanti. Semoga nama tersebut bisa menjadi hoki buat kami. 

Memiliki sebuah binsis adalah impian kami. Tapi untuk melangkah membutuhkan modal, semangat, kerjakeras, dan doa. Semua itu tidak mudah dilakukan, karena kami berdua pada posisi tidak memiliki modal. Hanya saja masih ada sisa senjata untuk bisa lebih maju dari sebelumnya, yakni semangat, kerjakeras dan doa.

Dalam benak kami, impian memiliki sebuah usaha atau bisnis harus terwujud. Apa yang membuat semangat itu terus meletup-letup. Kami berdua sekitar tahun 2000 bekerja sebagai pegawai swasta Tanto kerja sebagai wartawan Koran Meteor, Jawa Pos Grup dengan gaji waktu itu hanya Rp 350 ribu dan Tanti kerja sebagai staf keuangan Taksi Tugu Muda Semarang yang gajinya hanya berkisar Rp 750 ribu. Mana mungkin bisa menabung untuk mengumpulkan modal.  Untuk kebutuhan sehari-hari saja harus hutang dan dibayar bulan berikutnya. Begitu seterusnya.

Hingga akhirnya Tanto Tanti memberanikan diri untuk membuka usaha. Karena tidak punya jaminan untuk pinjam modal di bank. Jalan satu-satunya membuat kartu kredit, tapi belakangan baru tahu kalau cara ini salah. Uang dari kartu kredit digunakan untuk kulakan pakaian, dan barang rumah tangga lalu dijual di desa-desa. Hasilnya lumayan. 

Ibarat pendaki gunung, selalu ingin sampai di puncak. Begitupun kami berdua. Rumah yang dibeli dengan cara kredit, kemudian dijual untuk modal usaha. Kalau dipaksakan untuk membayar cicilan rumah dan lain-lainnya pasti akan kolep. Akhirnya rumah itupun dijual untuk modal usaha.

Tepat pada 29 Mei 2006 kami membuka warung makan yang semula dinamai Kafe Tahu. Modalnya hanya Rp 1,5 juta. Modalnya sangat sedikit bukan? Ya. Karena sebagian peralatan masak dipinjami mertua. Kenapa Kafe Tahu, karena semua masakannya berbahan dari tahu Serasi Bandungan yang terkenal itu. Tahu Gejrot, Lengko, Tahu Tek, steik Tahu hingga Jus Tahu yang fenomenal itu. Sempat terjadi booming di Bandungan. Semua berkat bantuan teman-teman wartawan yang mempublis tentang Jus Tahu. Semua orang mencari Kafe Tahu untuk mencicipi semua menu unik. Siapa kokinya? Mas Tanti dan Mbak Tanti dipaksa harus mampu jadi koki karena belum mampu bayar karyawan. Bisa. Ya. tentu harus bisa.

Akhirnya warung makan kami berkembang menyediakan menu andalan lain berupa Sate Kelinci, Rica-rica, Gule, Tongseng dan Sop Kelinci. Semua berbahan dasar daging Kelinci yang gurih dan lembut itu. Kenapa memilih kelinci? Padahal tidak lazim untuk menjadi hidangan. Tapi tidak masalah. Responnya cukup kuat. Karena selama ini di Bandungan hanya ada Sate Kelinci. Tapi di tempat kami daging kelinci di oleh menjadi aneka makanan.

Di tahun 2010 hingga pertengahan 2011 kami diterpa badai. Warung makan yang kami rintis dengan perolehan omzet yang terus menanjak tiba-tiba anjlok. Sebabnya tidak lain karena faktor alam, yakni hujan sporadis sepanjang tahun 2010. Selain itu ada sejumlah keanehan yang kadang tidak masuk akal. Sejumlah pelanggan pada telepon apakah warung makan saya tutup. Padahal warung makan saya tidak pernah tutup. Kenapa tidak pernah tutup? Kalau sekali saja tutup, pelanggan akan berpaling ke warung makan lain. Hal itulah akan menyebabkan pelanggan akan membandingkan rasa yang baru dikecapnya. Warung sudah jelas buka setiap hari, tapi banyak pelanggan yang melihat warung tutup. Aneh bukan? Tapi tidak masalah, tetap harus bersabar.

Alhamdulillah. Di tahun 2012 warung makan kami mulai membaik hingga saat in. Pesan kami jangan takut membuka peluang usaha, karena lebih mulia dari bekerja. Kesulitan apapun harus dihadapi karena kita jadi tahu cara mengatasinya. Selalu bersabar dan berdoa.