Sabtu, 22 Februari 2014

Disnakan Diminta Mendorong Ternak Kelinci Pedaging

BANDUNGAN- Daging Kelinci semestinya dapat dijadikan alternatif makanan berprotein pengganti daging ayam maupun sapi.  Sudah saatnya Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Semarang mengambil langkah untuk mendorong ternak kelinci pedaging secara massal. Sehingga harga daging Kelinci dapat lebih murah agar terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. 

Selama ini makanan berbahan dasar daging Kelinci bagi masyarakat Indonesia tergolong sebagai makanan mewah. Sebab harga daging Kelinci tergolong mahal di bandingkan dengan daging konsumsi seperti ayam dan sapi.

Kenapa daging Kelinci lebih mahal dibandingkan ayam dan sapi ? Sebab Kelinci hingga saat ini belum dibudidayakan secara massal. Apalagi budidaya Kelinci  secara khusus untuk dimanfaatkan dagingnya. Selama ini peternakan Kelinci lebih cenderung menjual Kelinci hias di bandingkan menjual Kelinci konsumsi.  Alasannya harga kelinci hias lebih tinggi dibandingkan kelinci pedaging. Akhirnya kelinci pedagang hanya menunggu kelinci hias yang sudah afkir atau dinilai tidak layak jual untuk hias sehingga pantas disembelih untuk konsumsi.

"Kalau kelinci hias sekali menjual harganya bisa lebih dari Rp 350 ribu per ekornya. Sedangkan kelinci pedaging itu paling mahal dijual Rp 120-150 ribu," kata Peternak Kelinci asal Ngampin, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Parmin, 37.

Alasan itulah yang menjadikan ternak Kelinci pedaging sepi peminat. Padahal jika dihitung-hitung, ternak kelinci pedaging lebih menguntungkan dibandingkan kelinci hias. Kok bisa. Di lokasi wisata Bandungan, Kabupaten Semarang saja, ada 22 pedagang Sate Kelinci. Misalnya rata-rata satu penjual sate, menyembelih 2 ekor Kelinci/hari. Berarti kebutuhan di Bandungan 44 ekor kelinci/hari. Itu belum dikota-kota lainnya seperti Tawangmangu, Solo, Semarang dan Kendal juga banyak pedagang makanan  berbahan daging kelinci. Artinya kebutuhan akan daging kelinci sangatlah besar untuk konsumsi.

"Setiap hari rata-rata menyembelih 3-5 ekor kelinci untuk dimasak Sate, Gule, Tongseng dan Rica-rica Kelinci. Bahkan otak kelinci juga banyak dicari orang untuk obat reproduksi wanita," ujar Hartanti, 37, pemilik rumah makan Tanto Tanti Bandungan di Jl Sukorini, Karanglo, Desa Kenteng Bandungan, Kabupaten Semarang.

Melihat besarnya kebutuhan daging Kelinci menjadikan peluang usaha yang lumayan besar penghasilannya.

Sayangnya besarnya kebutuhan daging kelinci tersebut tidak diimbangi peran Pemerintah Kabupaten Semarang dalam meningkatkan populasi kelinci. Akibatnya pada musim liburan--disaat tempat wisata Bandungan ramai--stok kelinci habis. Hingga mendatangkan kelinci dari luar daerah. Semestinya pemerintah mengarahkan agar ada peternakan kelinci khusus pedaging sehingga harga kelinci akhirnya bisa stabil seiring dengan seimbangnya jumlah populasi kelinci dengan kebutuhan. (pristyo)